Jumat, 30 Maret 2012

Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah - Gramedia Penerbit Buku Utama

Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah - Gramedia Penerbit Buku Utama

Ini novel bagus banget. Beli, beli, beli!:D

Ada tujuh miliar penduduk bumi saat ini. Jika separuh saja dari mereka pernah jatuh cinta, setidaknya akan ada satu miliar lebih cerita cinta. Akan ada setidaknya 5 kali dalam setiap detik, 300 kali dalam semenit, 18.000 kali dalam setiap jam, dan nyaris setengah juta sehari-semalam, seseorang entah di belahan dunia mana, berbinar, harap-harap cemas, gemetar, malu-malu menyatakan perasaannya.

Apakah Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah ini sama spesialnya dengan miliaran cerita cinta lain? Sama istimewanya dengan kisah cinta kita? Ah, kita tidak memerlukan sinopsis untuk memulai membaca cerita ini. Juga tidak memerlukan komentar dari orang-orang terkenal. Cukup dari teman, kerabat, tetangga sebelah rumah. Nah, setelah tiba di halaman terakhir, sampaikan, sampaikan ke mana-mana seberapa spesial kisah cinta ini. Ceritakan kepada mereka.


"Seperti biasa, Tere Liye selalu bisa mencungkil hal-hal istimewa dari kehidupan yang tidak menarik perhatian.
"
Belinda, calon dokter gigi

"Tentang cinta pertama yang begitu memukau, mengajari tetapi tidak menggurui.
"
Ayu Aditya Saputri, calon guru SLB

"Jika selama ini sering dijejali cerita cinta termehek-mehek, maka Borno dan Mei adalah orisinal cerita cinta tentang pengorbanan yang tidak akan membuat kita menjadi mellow.
"
Ariza, guru TK

"Novel yang berbeda. Mengangkat profesi yang tidak pernah ada di novel mana pun. Kisah cinta yang sederhana, indah, dan klasik."
Umi Futikhah, guru

"Saya berdoa semoga saya bisa menjadikan anak lelaki saya “bujang berhati paling lurus” seperti Borno. Amin.
"
Putri, buruh pabrik 

Senin, 19 Maret 2012

Tuhanku Maha Adil

"Dek, boleh saya duduk?" ibu-ibu hamil itu menatapku melas. Wajahnya pucat. Mungkin ibu-ibu itu menganggap anak SMA seusiaku lebih kuat jika harus berdiri selama naik bus. menahan goncangan-goncangan yang ditimbulkan oleh gerakan bus. Apalagi aku ini laki-laki. Ya, meskipun tubuhku tergolong kurus dibanding anak laki-laki usia SMA pada umumnya waktu itu.

"Oh, silakan, Buk!" jawabku seketika. Aku tak tega melihat ibu-ibu itu. Perutnya besar, mungkin hamil tujuh bulanan. Kulihat sekitar, memang tak ada lagi tempat duduk kosong di bus yang kunaiki itu.

Aku berdiri di sela-sela kursi penumpang, baris ke-tiga. Bergelayutan berpegangan dinding-dinding bus yang dapat kujangkau dengan tanganku. Tubuhku ke belakang saat pak sopir menginjak gas, dan ke depan saat pak sopir menginjak rem.

Siang itu sangat terik. Di dalam bus pun terasa begitu panas. Kerongkonganku kering. Kulihat anak kecil, kira-kira kelas 3 Sekolah Dasar, menenggak segelas es sirup yang dibelinya di pedagang asongan barusan. Tadinya aku juga ingin membeli. Sayangnya sudah tak ada lagi sepeser uang pun di kantongku.

Aku mungkin adalah salah satu anak yang tidak beruntung dibandingkan dengan teman-temanku yang lain kala itu. Mereka di beri uang saku yang cukup, bahkan banyak oleh orang tua mereka. Sedangkan aku? Sehari hanya dikasih uang saku 600 perak. Itu pun selalu habis untuk naik bus pulang pergi. Bayangkan, tahun 2005 masih ada uang saku segitu!

Aku tidak pernah pergi ke kantin. Hanya sekali dua saja. Itu pun kalau ada teman yang kasihan melihatku meringis menahan lapar. Yang kulakukan saat istirahat hanya duduk di mejaku. Diam, atau membaca buku. Ya, hanya itu!

Bayar SPP juga selalu telat. Kasihan bu guru yang bertugas menagih SPP. Selalu gagal saat datang kepadaku.

Jujur, saat itu aku sedang menyukai seorang wanita. Cantik, menarik, kaya, dan tergolong primadona di sekolahku. Dia kakak kelasku satu tingkat. Aku kelas XI, dia XII. Tapi apa dayaku? Aku tak mau terlalu menganggap serius perasaanku itu. Aku sadar dengan diriku. Mana mau dia denganku? Penampilanku tidak semenarik teman laki-lakiku yang lain.

Ahh, terkadang aku ingin marah dengan keadaanku sekarang. Tapi aku rasa juga tak ada gunanya. lagian, aku tak tahu harus marah kepada siapa.

Aku hanya dapat memandangi wajahnya dari jendela kelas saat jam pulang sekolah. Kulihat ketika dia bergurau dengan teman-temannya sambil menunggu mobil jemputannya datang. Aku memang sengaja pulang lebih akhir. Masalahnya, masih dua jam lagi bus jurusan rumahku yang biasa kutumpangi melewati halte seberang jalan sekolahku. Alhasil, aku harus menahan rasa laparku. Sedikit bersabar untuk sekedar mengisi perut.

Nah, itu dia rumahku. Aku turun dari bus, dan segera lari. Bukan apa-apa, aku sudah tak tahan ingin melepas dahaga yang sedari tadi mendera ujung mulut hingga ujung tenggorokkanku.

Namun tak sesederhana itu. Ayahku membiasakan anak-anaknya untuk tidak langsung makan dan minum dulu sepulang sekolah. Aku harus ganti baju, berwudhu, dan shalat dhuhur dulu, baru boleh makan. Akhirnya, setelah syarat-syarat itu kulakukan, aku bisa menikmati sepiring nasi dengan sambal bawang dan sepotong tempe, serta segelas air putih. Tambah lagi? Tidak bisa. Kakak dan adikku belum makan.

Hari menjelang sore. Aku harus membantu orang tuaku mencari tambahan. Kuambil karung, dan aku bergegas melangkah ke daerah lapangan golf yang tak jauh dari rumahku. Kucari bola-bola golf bekas, kukumpulkan, dan kujual pada tukang rosok. Tidak seberapa, tapi lumayan. Setidaknya ibuku bisa membeli beras besok.

Sambil menunggu bola-bola golf sisa permainan yang lain, iseng-iseng aku bermain bola dengan teman-teman. Tanpa sepatu. Ya, daripada untuk membeli sepatu bola, lebih baik ditabung untuk membayar tunggakkan SPP.

Dibalik itu semua, perjuanganku menahan lapar, menepis panasnya terik matahari, ternyata Tuhan punya rencana lain. Sekarang aku bisa hidup lebih baik. Sangat baik malah. Dengan keseharian yang serba cukup, pekerjaan yang baik, dan istri yang cantik. Mungkin ini bayaran atas usahaku dulu. Tuhan memang selalu adil. Hanya satu yang bisa kulakukan, bersyukur! Bersyukur atas nikmat yang Tuhan berikan untukku.

Terimakasih ya Allah..:)

Jumat, 16 Maret 2012

Petuah Mamak

Mak, kulitmu mengeriput,
bertahun tahun terhujam terik, terbalut dingin

Mak, tubuhmu mengurus,
berhari-hari kau tak makan demi si aku kecil

Mak, kau hebat
mampu membesarkan anak-anakmu
dengan hanya berbekal ringkihnya tulangmu

Mak, kau malaikat yang super baik
satu-satunya orang yang mengatakan tempe gosongku enak
ketika aku belajar memasak

Mak, aku anakmu
sudah besar, cantik sepertimu

Satu yang kuingat, Mak
petuahmu, sesaat sebelum Izrail menggandengmu,
 "Jadilah perempuan yang baik, Nak,
untuk anakmu, suamimu, dan orang-orang disekitarmu kelak.
Jangan seperti Mamak, yang tak mampu memberimu banyak uang,
tak bisa membelikanmu hadiah mahal seperti teman-temanmu.
Jangan seperti Mamak, yang hanya mampu melukis senyum saat kau juara kelas.
Dan jangan kau tiru Mamak yang hanya mampu mendidikmu dengan petuah-petuah
yang belum tentu benar,"

Mak, meski kau hanya punya petuah-petuah itu,
bagiku kau adalah Mamak paling super, paling hebat

Mak, kau selalu nomor satu,
anakmu lah penggemar abadimu.

(Ibuk, Aku sayang Ibuk..Selamanya ..:):*..)

Kamis, 15 Maret 2012

Gelas Kosong



Gelas kosong,

Mata yang terbelalak dalam gelap
Cemerlang tanpa angan
Meminta setetes tuangan harap
Hanya diam bagai segan

Gelas itu kosong
Gelas itu gemeletuk batu es
Gelas itu kosong
Gelas itu bayangan ares

Sendiri, terkungkung oleh masa
Terhalang sang maha-asa
Membarikade rasa
Terlukis jelas oleh gumaman-gumaman frasa

Gelas itu kosong, nihil
Hampa, udara pun enyah
Gelas itu kosong, gempil
Meluber tak berarah

Kamis, 08 Maret 2012

Hentikan Napasku di Pangkuan-Mu

Seorang sufi duduk termangu di atas sajadah. Malam, gelap, sendiri. Senyap, sepi, hening menemaninya. Satu dua bulir air mata tampak di permukaan pipi dan ujung-ujung mata merahnya. Mungkin ini sudah hari kedua ia tidak tidur. Hanya itu yang dilakukannya. Sholat ketika waktunya dan duduk beralas sajadah setelah berdzikir. Pikirannya menerawang jauh di masa lalu. Terbayang banyak hal hina, dosa yang pernah dilakukannya. Ya, banyak.

"Bapak mau kemana?" tanya seorang gadis kecil yang selalu ingin dimanja orang tuanya.
"Kau ini tahu apa?! Bapak mau cari duit!" jawab lelaki gondrong dan bermuka kusut.
"Tapi Bapak pulang nggak pernah bawa duit!" kata gadis itu lagi. Nadanya sedikit protes.
Tanpa pikir panjang, dipukulnya gadis itu. Digampar dengan tangan mengepal lantas ia pergi dengan langkah cepat. Yang dipukul hanya menatap nanar punggung laki-laki itu.

Laki-laki itu lagi, yang pamitnya cari duit, pergi meninggalkan bekas biru di pipi gadis kecil tadi, ternyata dirinya justru pergi ke tempat mengundi nasib, mencari keberuntungan dengan kartu-kartu haram. Bukan itu  saja, sambil menimbang-nimbang kartu mana yang harus ia jatuhkan, diteguknya khamr dalam  botol itu  sedikit demi sedikit. Main terus hingga malam benar-benar larut. Awan semakin pekat.

"Hahahahaha.. Aku beruntung sekali malam ini!" teriaknya seketika. Laki-laki itu berkali-kali menang dalam permainan judinya. Segepok duit masuk kantungnya. Tentu saja tebal.

Namanya saja begundal. Dengan uang sekantung penuh, bukannya pulang justru memutuskan pergi ke sebuah tempat biangnya dosa. Dengan langkah gontai, terbayang wajah-wajah wanita cantik, seksi, dan pastinya murahan. Diikutinya hawa nafsunya itu hingga menjelang pagi. Fajar menyingsing, baru ia memutuskan untuk pulang.
"Mana duitnya, Bapak?" tanya gadis kecil itu. "Badan Bapak bau!" lanjut gadis itu sambil menutup hidungnya, seakan tidak ingin mencium aroma tubuh bapaknya.
"Nggak ada!" berlalu, masuk kamar, dan tidur.
Pagi itu, istri laki-laki itu  mendekat.
"Pak, uang belanja habis. Anak kita juga belum bayar sekolah," kata sang istri. "Uang dagangan kerupuk kemarin sudah habis untuk melunasi hutang di warung sebelah," lanjutnya.
Laki-laki itu diam. Tetap tidur dengan enaknya.
"Pak...," kata sang istri lagi. Disentuhnya bahu suaminya karena merasa suaminya tidak mendengarnya.
"Kau ini apa-apaan sih? Tau suaminya lagi tidur, capek, masih aja diganggu! Bisa tidak sekali-kali kau membuat suamimu ini senang dengan menghentikan racauan masalah duitmu itu?" teriak laki-laki itu. Keras.
"Bapak capek ngapain? Cari duit ya? Tapi kenapa pulang nggak pernah bawa duit?" kata sang istri. Masih dengan nada lembut.
Pllaakkkk pllaakkkk... Dua kali ditamparnya sang istri. Ia kalap. Pengaruh minuman kerasnya belum hilang seratus persen. Istrinya tak kuasa melawan. Hanya menangis dengan teriakan ironis.

Belum puas, dijambaknya rambut gimbal istrinya, dan dibenturkan tepat dipinggiran tempat tidur. Putrinya tak berani berbuat apa-apa. Hanya melihat ibunya disiksa dari radius beberapa meter.

Berdarah! Lantas istrinya tak sadarkan diri. Melihat istrinya terkulai lemas, laki-laki itu justru merasa senang. Tak ada lagi yang mengganggunya tidur dengan rengekan masalah duit. Dibiarkan istrinya pingsan dengan jidat berdarah.

Beberapa jam setelah kejadian naas itu, laki-laki itu terbangun, perutnya meraung ingin makan. Dilihatnya istrinya masih tergeletak di bawah tempat tidur.

"Hei! Bangun kau! Buatkan aku makan!" dibangunkannya sang istri dengan tendangan-tendangan kecil. Namun, istrinya tak bergarak sedikitpun. Kemudian ditendangnya lagi. Lebih keras dan dengan teriakan lebih lantang pula. Tapi tetap saja, sang istri tak menunjukkan reaksi.

Laki-laki itu merasa aneh. Dipegangnya urat nadi sang istri, tak berdenyut! Dirasakannya hembusan napas sang istri, tak ada hembusan! Logikanya mulai berfungsi. Istrinya meninggal. Ya, istrinya pergi selamanya. Dan yang lebih parah, ini gara-gara perbuatannya.

Laki-laki itu menangis. Dipeluknya tubuh kurus istrinya yang sudah tidak bernyawa. Sesekali dikoyak-koyaknya tubuh kecil itu dengan harapan istrinya akan terbangun.

Hari itu, seorang begundal menangis keras. Seorang keparat mengeluarkan air matanya untuk pertama kalinya. Tak bisa dimungkiri, ia mencintai istrinya. Hanya saja hawa napsu dan emosinya yang berhasil menguasainya. Dan sekarang, perempuan yang dicintainya harus pergi darinya untuk selamanya.

Tangis itu semakin sesenggukan. Membuat bulatan basah kecil di permukaan sajadahnya. Matanya semakin kuyu. Kemudian ditengadahkannya tangannya. Pandangannya mengarah ke langit-langit kamar gelap itu seakan Tuhannya ada di sana. Dilantunkannya doa yang benar-benar indah menurut saya:

"Ya Allah, ampuni segala dosa hamba-Mu ini. Hamba yang hina, hamba yang kotor. Hamba yang telah tega membunuh tulang rusuk hamba sendiri. Ya Allah, hanya kepada Engkaulah hamba memohon ampun. Karena hanya Engkaulah yang paling berkuasa di muka bumi ini. Ya Allah Ya Tuhanku, hamba sadar bahwa surga tidak pantas untuk hamba. Tapi hamba juga tidak akan sanggup jika harus menerima beratnya hukuman neraka-Mu. Hamba hanya mohon satu hal Ya Allah, jangan Kau putus napas hamba jika hamba belum benar-benar dekat dengan-Mu. Bimbing hamba. Tuntun hamba agar selalu menyusuri jalan-Mu yang lurus, menuju pangkuan-Mu. Hentikan napasku di sana, dalam ridho dan ampunan-Mu. Amiinn."

Minggu, 04 Maret 2012

Membaca Itu GRATIS!

      Jaman modern itu jaman yang bodoh!  Betul? Bayangkan! Generasi muda sekarang pada malas membaca. Buku semakin tidak laku. Mereka lebih senang datang ke area TimeZone daripada harus datang ke toko buku. Padahal di toko buku tidak harus beli. Sekedar melihat-lihat saja agar setidaknya mereka tahu mana buku terbitan baru, mana buku terbitan lama. Tapi mereka enggan.
      Padahal mereka itu genarasi penerus yang seharusnya lebih pandai. Krena di era yang akan mereka hadapi jauh lebih keras, banyak persaingan, dan mereka dituntut cerdas dalam berbagai aspek. Kalau membaca saja mereka tidak mau, mau pandai darimana? Sekolah? Sekolah juga harus diimbangi dengan membaca.
      Semakin ruwetnya keadaan dunia sekarang, tidak cukup jika para pelajar hanya pasif mendengar penjelasan guru. Melainkan mereka harus aktif dalam menambah dan terus menambah pengetahuan mereka. Salah satunya ya dengan membaca.
      Membaca itu sebenarnya gratis! Tidak harus membeli bukan? Bisa pinjam, bisa googling, browsing atau apalah media lain. Tapi kenapa tetap sulit untuk membudayakan membaca? Tentu saja ada fokus lain yang menjadi salah satu penyebabnya.
      Ini salah siapa? Siapa yang pantas disalahkan jika masyarakat sebagian besar tidak suka membaca? Bukan kalangan remaja saja, bahkan dewasa dan anak-anak malas membaca. Padahal dengan membaca kita bisa pergi kemana-mana. Dan seperti yang saya bilang tadi, GRATIS! Subhanallah...
      Dengan membaca kita akan tahu banyak hal, dengan membaca kita bisa keliling dunia, dan dengan membaca kita bisa menjadi apapun semau kita. GRATIS pula! Jadi apa ruginya mengisi waktu luang dengan membaca??? Memang sulit sekali menjadikan kegiatan membaca sebagai suatu budaya, kebiasaan.
      Kebanyakan lebih senang dengan hiburan yang bersifat material, fisik. Mungkin karena mereka tidak tahu bahwa membaca bisa memberi mereka lebih dari itu. Ya, kepuasan batin. Kepuasan yang benar-benar mengena dari segi dalamnya dan tentunya akan membuat otak bekerja lebih masuk akal.
      Membaca itu menyenangkan, Sobat!:) Percayalah!:)

Sabtu, 03 Maret 2012

Kehidupan Anak Jenderal..

                Mungkin tulisan ini nggak penting, tapi bisa bikin aku puas. Meskipun mustahil untuk terjadi, tapi kalian juga pasti menginginkannya. Kali ini aku bakal berkhayal tinggi-tinggi, setinggi apalah terserah, yang jelas tinggi banget! Kalian mau ikut bayangin? Boleh, asalkan jangan berharap. Oke, simak baik-baik!
                Pagi itu aku masih melungker di kasur yang empuk dan mental-mental gitu. Siluet matahari udah nongol dibalik tirai kamarku yang masih rapat tertutup. Sebenernya sih aku tau kalo udah lumayan siang, tapi so what? Suka-suka aku dong mau ngapain. Secara aku anak jenderal gitu. Siapa yang berani sama aku? Setor nyawa berarti! Yaudah, molor lagi dah!
                Setelah aku bosen tidur, nih perut udah laper banget! Tinggal pencet aja tombol deket kasur. Sekejap tiga pelayan datang. Yang satu bawain handuk  sama baju ganti aku, yang satu bawain seperangkat sarapan, dan satu lagi bawain perlengkapan kuliah buat aku.
                Oke, sebelum makan aku pengen mandi dulu. Masuk kamar mandi udah ada air anget plus seperangkat lulur. Udah ada juga satu pelayan aku yang bakal massage aku sebelum aku mandi. Abis itu tinggal berendam selama terserah yang aku mau. Satu jam kemudian, aku keluar tuh dari kamar mandi. Baju yang tadi udah disiapin tinggal pake aja.
                Nah, ini nih waktunya makan. Makanan yang dibawa pelayan aku tadi itu kan udah tersaji tuh di meja kecil samping kasur, pas aku mau makan, eh udah dingin. Ogah dong! Aku minta ganti yang baru. Yang lebih anget pastinya. Masa anak jenderal dikasih makanan dingin?
                Abis makan, aku pergi kuliah. Naik mobil mahal pastinya. Bukan cuma  berfasilitas AC aja. Ada TV, mini kulkas, dan pastinya dengan sopir yang ganteng. Aku tau kalo sebenarnya aku udah telat kuliah, tapi santai aja lah. Gak bakal ada yang berani marah sama aku. Rektor sekalipun!
                Trus aku masuk kelas. Udah ada dosen. Pas aku masuk, semua pada ngeliatin. Ya aku biasa aja. Lagian aku kan nggak bikin rugi mereka. Nggak lama setelah duduk di bangku yang khusus disiapin buat aku, tiba-tiba aku males. Udah nggak betah di kelas. Akhirnya aku berdiri, dan pergi.
Bu dosen tanya, “Mau kemana?”.
                “Suka-suka dong, Bu!”, kata aku.
                “Oh, yaudah hati-hati, ya”, katanya lagi. Aku sih datar aja. Nyelonong pergi dan aku pikir, ngapain kudu kuliah susah-susah. Pak rektor udah janji kalo ijazah aku bakalan cumlaude.
                Aku minta ke sopir buat nganter ke toko handphone. Udah bosen sama handphone yang tiga hari lalu dibeliin bokap. setelah milih, aku memutuskan buat beli dua sekaligus. Mbaknya bilang, “limabelas juta”, tanpa pikir panjang, aku kasihin credit card aku, dan beres!
                Abis dari toko handphone, aku ke mall. Nah, aku beli deh apapun yang aku mau. Beberapa baju mahal, 4 pasang sepatu bermerk terkenal, ratusan aksesoris, lima buah tas warna ungu, dan produk-produk mahal lain. Di kasir, aku kaget banget. Masa hari ini aku belanja cuma habis 30 juta? Padahal biasanya bisa sampai 50-60 juta. Soalnya bingung sih mau beli apa lagi.
                Sampai rumah, makan siang udah siap lengkap dengan dessert dan appetaizernya. Abis makan, aku pengen tidur. Karena rencananya ntar sore mau ngajakin temen sekampus makan di resto mahal. Aku traktir deh semua! Sepuasnya!
                Tiap mau tidur, pacar aku, yang notabene seorang artis ngetop. Yah, sejenis Mario Maurer, dia harus telfon aku dan nyanyi buat aku sampai aku bener-bener tidur. Waktu tidur pun harus ada yang ngajagain pintu kamar aku. Takutnya ada yang ngiri sama aku dan dia mau bikin aku celaka. Dengan ngasih bom di kamarku misalnya. Kan nggak lucu kalo aku yang tiap hari mandi susu jadi gosong. Malu dong!
Yah gitu lah keseharian aku.


Kayaknya udah cukup deh aku berkhayalnya. Ingat! Ini hanya fiktif belaka. Yang nantinya bakal jadi dosen aku, tenang aja, aku nggak bakal kayak gitu bu, pak.:D pisss..:) kesamaan tokoh dan tempat itu memang disengaja, tapi nggak berniat jelek kok. Yah, maafin aja ya kalo ada salahnya.:D