Senin, 30 April 2012

Dompet Hijau




“Ini buat kamu”, kau bilang. Entah apa yang ada dalam hatiku, aku menerimanya. Jangan tanya bagaimana perasaanku. Mungkin lebih berbunga-bunga ketimbang Ratu Elizabeth mengangkatku menjadi putri kerajaan Inggris.

Bibirku tak mampu katakan apapun. Jangankan bilang terima kasih, senyum pun sulit. Aku ingin menangis. Bukan karena seberapa mahal harganya, apalagi kau memberinya dengan cuma-cuma. Maksudnya, bukan dalam rangka apa-apa. Bukan ulang tahunku, bukan pula anniversary hari jadi kita, tetapi karena aku menerimanya darimu, satu-satunya orang yang aku paling takut untuk menyakitinya.

Saat itu kau segalanya. Menurutku, hanya kau yang paling mengerti  aku. Hanya kau yang bisa membuatku tertawa lepas dengan tingkah-tingkahmu. Benar, aku mencintaimu. Betapa bahagianya aku saat itu. Gadis paling beruntung karena bisa memilikimu seutuhnya.

Dompet hijau itu masih kusimpan. Untukmu. Sebagai penghargaanku atas kesabaranmu ketika kita masih bisa saling merengkuh. Sebagai ganti pengorbananmu yang ikhlas membiarkan tubuhmu basah oleh hujan demi melindungiku di musim penghujan satu setengah tahun lalu.

Ini kesekian kalinya aku menangis  untukmu. Aku tahu kau pasti tak menyukainya. Sangat tahu. Tapi biarkan aku cengeng. Menangis tertahan tiap kali menjinjing hati ini ke masa lalu. Berharap tak ada satu pun yang mendengar sesenggukanku ini kecuali Tuhan dan kau.

Sampai saat ini, tentangmu masih terbungkus rapi dalam etalase hatiku. Aku masih sering membersihkannya. Terkadang aku khilaf, melihat dia selainmu. Tapi, jika kembali kusendiri, tetap hanya kau yang terpikirkan. Mereka hanya selintas, kau yang abadi.

Dompet hijau itu layaknya kau. Takkan pernah terganti. Walau usang termakan zaman, meski kusam dibawa usia.

Memang, aku tak pernah bisa melepasmu. Mungkin, lebih tepatnya karena aku tak mau melepasmu. Aku sadar dan sangat mengerti, kita sudah berbeda. Kau terlalu cepat untuk memutuskan pergi. Meski aku tahu ini bukan maumu, tetap saja kau menyakitiku. Aku terlalu rapuh untuk mengingat saat-saat bersamamu. Kau bernyanyi untukku (meski hanya lewat telepon dan kau selalu malu jika kusuruh bernyanyi secara langsung di hadapanku), kau mengejarku ketika aku jahil menggodamu, dan sentuhanmu yang seketika membuatku luruh dalam keadaan apapun.

Hingga kakimu tiba-tiba lemas, suaramu tak bisa kudengar dengan jelas. Semakin lemas dan semakin tak jelas, kemudian berakhir hilang. Jauh pergi tak memedulikan aku yang berusaha menggapaimu, menahanmu agar tetap bersamaku.

Dompet hijau itu. Jujur, aku tak menyukai warna hijau. Aku juga tak terlalu fanatik dengan barang yang bernama dompet. Aku lebih suka menaruh uang cukup di saku, beres! Dan ketahuilah, sekarang, aku tak pernah bisa pergi tanpa dompet itu. Aku berharap, ada kau di setiap sosoknya.

Aku tak tahu lagi apa yang harus kukatakan sekarang. Yang jelas, saat ini aku benar-benar kangen padamu.

Kau dengar, kan, apa yang menjadi doa-doaku? Aku selalu ingin kau kembali meski itu mustahil. Hingga kini kuputuskan untuk tidak merapatkan cadik ini ke sembarang dermaga. Aku ingin mencari dermagamu lagi. Kau yang lain, atau yang lain layaknya kau.

Selamat berbahagia. Selalu ingat aku. Aku tetap mencintaimu, tetap milikmu.

Yah.. hari ini aku menggalau bersama perasaan-perasaan yang berterbangan lembut. Membawa penggalan-penggalan duka ke sana ke mari, menyanyikan lagu itu sayup-sayup. Sampai saat itu datang, aku akan tetap menjaga etalase tetangmu di hatiku.

Dear, loving you.

Selasa, 24 April 2012

Di Sini, Di Hatiku


Aku mengenalmu, sangat mengenalmu. Tapi, tak pernah tahu apa yang ada dalam hatimu, apa yang memenuhi pikiranmu, dan sebagainya. Apakah kau memikirkanku? Apa kau selalu menanyakan pada hatimu, sedang apa aku, di mana aku, dan bersama siapa? Apa kau pernah mengingatku dalam apapun gerakmu? Ketika kau makan misalnya, pernahkah kau menginginkan aku menemanimu saat itu? Menyuapimu barang sesendok, dan mengambilkanmu segelas minuman. Atau ketika kau tidur. Pernahkah kau berharap aku akan meninabobokkanmu, mengusap ujung-ujung anak rambutmu. Setidaknya, kau menginginkanku datang menemanimu dalam bunga tidurmu. pernahkah?

Kau tahu? Aku selalu menginginkan itu. Menginginkan kau di setiap apapun yang aku lakukan. Apa kau mengerti tentang perasaan ini? Yang selalu nyaman jika bersamamu, merasakan kau bagai tenda paling rindang dan hangat. Memayungiku dari hujaman air hujan, melindungiku dari tusukan panas terik, dan memberi tempat paling nyaman untukku bersandar. Ya, bersandar di ruang hatimu.

Suaramu? Menghanyutkan. Menghanyutkan apapun yang ada di pikiranku. Menghipnotisku untuk selalu menjadi apa yang kau katakan. Mengikutimu, melakukan apapun yang kau mau. Meskipun tak seperti yang kuinginkan, entah mengapa aku ikhlas, senang melakukannya. Aku ingin selalu menjadi apa yang kamu inginkan, menjadi sesosok impianmu!

Banyak yang tak bisa kulakukan untukmu. Tapi, ketahuilah, senyummu membuatku merasa sedikit lebih dekat dengamu. Apalagi sentuhanmu. Bagai tak ada jarak lagi di antara kita. Dekat sekali.:)

Aku bingung tentang apa yang aku tuliskan di sini. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi tentangmu. Justru karena terlalu banyak kata di pikiran ini. Aku tak mampu menyusunnya. Sulit memang. Bagaimana pun aku berusaha merangkai kata-kata itu, tetap saja, tak bisa menggambarkan keindahanmu. Ahh, entahlah seindah apa dirimu. Yang jelas, aku selalu menempatkanmu di antara orang-orang paling spesial. Di mana? Di sini, di hatiku.:)