Jumat, 26 Oktober 2012

Sajak Hujan


Langit menangis, Cinta. Katanya cemburu. Bukan, bukan kepada terik, atau kepada mendung. Iya, langit cemburu kepadaku. Aku tahu semua dari hujan. Kau tahu apa katanya? Hujan bilang, karena aku lebih mencintaimu dibanding langit. Tentu itu bukan salahku. Menyimpan sayang padamu adalah hak semua makhluk, termasuk aku bukan?

Langit kecewa, Cinta. Ia menumpahkan air matanya ke bumi. Astaga, Ia meminta hujan memarahiku. Masih dengan perkara yang sama, karena aku lebih mencintaimu dibanding langit. Sudah, kubiarkan hujan mengomel hampir setengah jam. Aku tak berani mengatakan apapun padanya. Diam, dan mendengarkan hujan, adalah aku malam ini.

Langit meradang, Cinta. Ia meleparkan butiran-butiran air sekeras mungkin ke bumi. Aduh, tajamnya menghunjam kulitku. Bahkan sampai hatiku. Ingin berlindung? Sayang, kau tak ada di sini. Sebab langit hanya menurut kepadamu, selain kepada Tuhan.

Dan pada akhirnya, langit terus menerorku malalui hujan. Aku bingung, dan malam ini kucoba mengajukan abolisi padanya, namun ditolaknya mentah-mentah. Meminta grasi? Sama, tidak dikabulkannya.

Langit terlanjur marah. Tapi aku juga tidak bisa menghentikan laju hatiku yang kian hari semakin cepat berlari. Berlari berusaha menemukan ruang dalam hidupmu, suatu hari nanti. Aku tak bisa mengatakan apapun padanya.

Cinta, kau bisa membantuku? Setidaknya, untuk menasehati langit agar Ia tidak egois, berusaha menerima jika ada seseorang yang lebih mencintaimu dibandingnya. AKU!

2 komentar: