Kamis, 24 Juli 2014

Rindu, Teramat Rindu, Teramat Sangat Rindu



Subuh ini, rindu masih enggan beranjak sesenti pun dari otak, hati, dan segala organ sumber perasaan. Iya, masih tentang rindu. Jangan bosan. Karena memang rindu adalah ungkapan terbaik dari sebuah perasaan cinta. Kau akan rindu jika kau tulus mencintai. Kau akan rindu jika kau ikhlas menyayangi. Dan kau akan rindu jika kau apa adanya menyukai.

Semudah itu memang untuk mengenali sebuah rasa. Jika dia merindukanmu, maka dia mencintaimu. Simpel. Tapi, sayangnya tak ada barometer untuk mengukur seberapa besar kadar sebuah rindu. Hanya sebatas “rindu”, “teramat rindu”, atau “teramat sangat rindu”. Oh, ternyata tidak sesimpel itu. Rindu tetap saja rumit.

Subuh ini, ada geliat yang mendesak hatiku untuk lebih dalam memikirkanmu. Muncul begitu saja, memang. Baiklah, aku tak bisa mengelak. Lagi-lagi aku harus mengikuti geliat itu. Memikirkanmu lebih dalam, terhipnotis, lantas aku mudah tumbang. Iya, siapa lagi? Geliat itu namanya rindu. Lalu, apakah ini rindu, teramat rindu, atau teramat sangat rindu? Hanya “rindu” barangkali.

Ketika kita dekat, rindu itu seakan hilang, lebur lenyap. Ketika kita jauh, membuncah! Hati dan pikiran ini dengan cepat terasa penuh, sesak. Tidak tahu oleh apa, yang jelas penyembuhnya hanya satu: Kau! Ini kah yang namanya “teramat rindu”?

Entahlah, aku sudah terlalu mudah untuk merasakan sebuah rindu. Sedikit-sedikit rindu, sebentar-sebentar rindu, lepas bertemu rindu, lepas telepon rindu. Intensitasnya begitu masif. Oh, aku paham. Aku “teramat sangat rindu”.

Tiga-tiganya aku punya. Sedalam itu. Lalu, bagian mana lagi yang kau ragukan dariku?

Rabu, 16 Juli 2014

Perihal Kamu

Pertimbangan apa lagi yang harus kujadikan alasan untuk tetap mempertahankanmu? Ketika semua yang kuharapkan tak lagi menjadi keinginanmu. Antara ujung runcing jarum dengan lubang tumpul pengait benang sampai kapanpun akan sulit bertemu. Antara langit dan laut yang sampai kapanpun tak akan bertukar tempat. Hanya saling berkaca, mustahil berpapasan atau bahkan membias jadi satu. Mungkin senja. Tapi bukankah senja akan selamanya menjadi pembohong? Terlihat indah, tapi sejatinya ia tak ada. Kosong. Mempertemukan tapi tidak mempersatukan.

Pertimbangan apa lagi yang harus kuukur agar aku tetap mempertahankanmu? Sedangkan pelangi yang hendak kamu raih telah kamu dapatkan satu per satu warnanya. Dan aku? Masih terpaku di tanah. Bisu dengan semua yang terjadi, lelap dalam mimpi buruk yang tak kunjung berakhir.

Terkadang, aku mengurai sendiri silogisme tentang dua hal yang dekat. Kubolak-balik berulang-ulang, kupaksa harus berhubungan, mencari jalan agar bertemu satu sama lain, tapi sebenarnya keduanya tak saling terkait. Aku dan kamu. Jadi, lagi-lagi silogisme itu palsu.

Apa yang bisa aku lakukan lagi? Selain membatasi diriku sendiri untuk terus berkutat dengan apapun tentang kamu. Aku bukan lelah. Aku hanya tidak mau memaksakan yang sampai kapanpun tidak akan pernah terjadi.

Kamu tahu hakikat cinta? Perasaan suka yang kemudian mendatangkan rindu. Aku selalu memaknainya dengan sederhana. Sesederhana mawar yang sampai kapanpun akan menjaga warnanya agar tetap merah. Sesederhana luka yang pasti akan mengering meskipun entah kapan dan berapa lama. Sederhana, kesulitan yang sederhana.

Kamu tahu perihal cinta, rindu, dua ujung jarum, langit, laut, senja, pelangi, mawar, dan tanah yang kusebut barusan? Adalah sebuah kesempurnaan yang tidak sempurna yang dapat kukatakan untuk menggambarkan kamu. Setidaksempurna apapun kamu, adalah yang paling sempurna dari siapapun hati yang pernah kukenal. Terima kasih untuk selama ini. Terima kasih kamu selalu berhasil membuatku bangga. Dan terima kasih kamu tak pernah gagal untuk membuatku selalu bersyukur.

Maaf, jika selama ini aku terlalu erat menggenggam pergelanganmu. Sekarang, aku lepas. Terbanglah. Sampai kamu berhasil melengkapi warna pelangimu. Tapi, ada satu hal yang harus kamu cetak tebal dalam pikiranmu. Ketika suatu saat kamu memutuskan untuk kembali ke tempat ini, maka kamu masih akan menemukanku. Di hatimu, dan di hatiku.