*Backsong: Dealova by
Once
Sebutir
rasa yang sejak lama telah tersemai dengan sendirinya. Butir itu menumbuhkan
akar di sekujur tubuhnya. Mencengkeram bongkahan hati, kemudian berkembang di
sana. Sungguh aneh, ketika tumbuhnya terlalu pesat, tanpa pupuk, tanpa ada yang
mengairi. Bahkan, sekarang sebutir itu telah menjadi pohon yang kokoh, berbuah
sampai jatuh, menyemai butir baru. Kini, entah sudah berapa ratus, ribu, bahkan
juta pohon kokoh yang terus berkembang di taman hati.
Tentu,
semua orang tau bahwa tulisanku tak akan jauh dari perihal kamu. Tak terkecuali
kali ini. Pohon-pohon itu makin menjadi-jadi. Pohon-pohon itu terkadang begitu
munafik, Sayang. Ada kalanya ia berbunga, wangi, indah. Ada kalanya bunga itu
gugur tiba-tiba, lalu tumbuh benalu yang begitu memberatkan tangkai-tangkainya.
Pergantiannya tak tentu. Begitu merepotkan sang pemilik taman hati. Tentu saja,
sang pemilik berusaha keras mengurus taman itu agar tetap indah, setidaknya
benalu tidak merundukkan dahan-dahan pohonnya. Dengan cara apapun, dengan jalan
manapun, tak segan ditempuh.
Taman
hati itu layaknya sebuah harapan, Sayang. Terus diusahakan hingga suatu hari
nanti taman itu bisa subur dengan pohon-pohon yang berbunga indah, banyak dihinggapi
serangga pemburu nektar. Dan taman-taman di negeri-negeri dongeng akan
benar-benar nyata, dengan kastil tinggi lebar di ujungnya, berpenghuni seorang
raja dan ratu.
Siapa
yang mau harapan itu dicacah oleh luka? Tapi, jika pada akhirnya harus
demikian, tak usah kau tanya seberapa sanggup pemilik taman berlapang dada. Karena
sesungguhnya selapang-lapangnya hati seseorang adalah ketika ia ikhlas
memberikan waktunya untuk merawat sesuatu yang siapa tau nantinya justru akan
mengoyak jiwanya dan merusak tubuhnya.