Senin, 11 Februari 2013

Selamanya, Perempuan Terhebat di Hati Ayah; Ibumu

Ibumu perempuan hebat, Nak. Ayah sungguh tak pernah bisa membuat hatinya terluka. Satu-satunya yang mampu meluluhkan hati Ayah adalah ibumu meskipun seringkali Ayah dibuatnya mengkal. Tapi, ketika Ayah hendak marah, lantas tak sengaja menatap matanya, Ayah memutuskan untuk urung. Pandangannya selalu sendu. Selalu penuh kesabaran dan keikhlasan.

Dulu, waktu kau masih bayi, Ayah sering berpikir, betapa kokohnya lengan ibumu. Setiap saat selalu menggendongmu. Tak kenal lelah, tak mau melepasmu dari pelukannya barang sedetik.

Kemudian ketika kau balita hingga kau menginjak usia sekolah, Ayah berasumsi, betapa gigihnya hati ibumu. Ia berusaha keras mengajarimu berjalan. Membantumu bangun ketika jatuh. Mengajarimu berbicara dan mengenal benda-benda di sekitarmu. Sungguh, ibumu takkan pernah berhenti melakukan hal itu sampai kau benar-benar bisa.

Ibumu selalu membangun pemahaman-pemahaman baik padamu. Harapannya adalah agar kau mampu bertanggung jawab atas dirimu sendiri. Berharap agar kau menjadi manusia yang kehadirannya diharapkan banyak orang.

Hingga saat kau remaja. Ibumu tetap sama. Perhatiannya tak pernah berubah padamu, juga pada Ayah. Bahkan, tak jarang ia melalaikan tubuhnya sendiri demi kita. Lembut hatinya membuat Ayah begitu mencintainya.

Dan kau tahu, Nak, apa yang membuat Ayah merasa begitu kecil? Membuat Ayah merasa seperti tak berguna? Iya, ketika melihat ibumu menangis. Bagai bidadari yang lelah, sayapnya terlepas dengan sendirinya.

Sebab banyak hal itulah Ayah tak berani sedikitpun menyakiti hati perempuan, terutama ibumu. Banyak pengorbanan yang Ayah pun tak bisa melakukannya.

Selamanya, perempuan terhebat di hati Ayah; Ibumu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar