Pertimbangan apa lagi
yang harus kuukur agar aku tetap mempertahankanmu? Sedangkan pelangi yang
hendak kamu raih telah kamu dapatkan satu per satu warnanya. Dan aku? Masih
terpaku di tanah. Bisu dengan semua yang terjadi, lelap dalam mimpi buruk yang
tak kunjung berakhir.
Terkadang, aku mengurai
sendiri silogisme tentang dua hal yang dekat. Kubolak-balik berulang-ulang,
kupaksa harus berhubungan, mencari jalan agar bertemu satu sama lain, tapi
sebenarnya keduanya tak saling terkait. Aku dan kamu. Jadi, lagi-lagi silogisme
itu palsu.
Apa yang bisa aku
lakukan lagi? Selain membatasi diriku sendiri untuk terus berkutat dengan
apapun tentang kamu. Aku bukan lelah. Aku hanya tidak mau memaksakan yang
sampai kapanpun tidak akan pernah terjadi.
Kamu tahu hakikat
cinta? Perasaan suka yang kemudian mendatangkan rindu. Aku selalu memaknainya
dengan sederhana. Sesederhana mawar yang sampai kapanpun akan menjaga warnanya
agar tetap merah. Sesederhana luka yang pasti akan mengering meskipun entah
kapan dan berapa lama. Sederhana, kesulitan yang sederhana.
Kamu tahu perihal
cinta, rindu, dua ujung jarum, langit, laut, senja, pelangi, mawar, dan tanah
yang kusebut barusan? Adalah sebuah kesempurnaan yang tidak sempurna yang dapat
kukatakan untuk menggambarkan kamu. Setidaksempurna apapun kamu, adalah yang
paling sempurna dari siapapun hati yang pernah kukenal. Terima kasih untuk
selama ini. Terima kasih kamu selalu berhasil membuatku bangga. Dan terima
kasih kamu tak pernah gagal untuk membuatku selalu bersyukur.
Maaf, jika selama ini
aku terlalu erat menggenggam pergelanganmu. Sekarang, aku lepas. Terbanglah.
Sampai kamu berhasil melengkapi warna pelangimu. Tapi, ada satu hal yang harus
kamu cetak tebal dalam pikiranmu. Ketika suatu saat kamu memutuskan untuk
kembali ke tempat ini, maka kamu masih akan menemukanku. Di hatimu, dan di
hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar