Rabu, 16 Juli 2014

Perihal Kamu

Pertimbangan apa lagi yang harus kujadikan alasan untuk tetap mempertahankanmu? Ketika semua yang kuharapkan tak lagi menjadi keinginanmu. Antara ujung runcing jarum dengan lubang tumpul pengait benang sampai kapanpun akan sulit bertemu. Antara langit dan laut yang sampai kapanpun tak akan bertukar tempat. Hanya saling berkaca, mustahil berpapasan atau bahkan membias jadi satu. Mungkin senja. Tapi bukankah senja akan selamanya menjadi pembohong? Terlihat indah, tapi sejatinya ia tak ada. Kosong. Mempertemukan tapi tidak mempersatukan.

Pertimbangan apa lagi yang harus kuukur agar aku tetap mempertahankanmu? Sedangkan pelangi yang hendak kamu raih telah kamu dapatkan satu per satu warnanya. Dan aku? Masih terpaku di tanah. Bisu dengan semua yang terjadi, lelap dalam mimpi buruk yang tak kunjung berakhir.

Terkadang, aku mengurai sendiri silogisme tentang dua hal yang dekat. Kubolak-balik berulang-ulang, kupaksa harus berhubungan, mencari jalan agar bertemu satu sama lain, tapi sebenarnya keduanya tak saling terkait. Aku dan kamu. Jadi, lagi-lagi silogisme itu palsu.

Apa yang bisa aku lakukan lagi? Selain membatasi diriku sendiri untuk terus berkutat dengan apapun tentang kamu. Aku bukan lelah. Aku hanya tidak mau memaksakan yang sampai kapanpun tidak akan pernah terjadi.

Kamu tahu hakikat cinta? Perasaan suka yang kemudian mendatangkan rindu. Aku selalu memaknainya dengan sederhana. Sesederhana mawar yang sampai kapanpun akan menjaga warnanya agar tetap merah. Sesederhana luka yang pasti akan mengering meskipun entah kapan dan berapa lama. Sederhana, kesulitan yang sederhana.

Kamu tahu perihal cinta, rindu, dua ujung jarum, langit, laut, senja, pelangi, mawar, dan tanah yang kusebut barusan? Adalah sebuah kesempurnaan yang tidak sempurna yang dapat kukatakan untuk menggambarkan kamu. Setidaksempurna apapun kamu, adalah yang paling sempurna dari siapapun hati yang pernah kukenal. Terima kasih untuk selama ini. Terima kasih kamu selalu berhasil membuatku bangga. Dan terima kasih kamu tak pernah gagal untuk membuatku selalu bersyukur.

Maaf, jika selama ini aku terlalu erat menggenggam pergelanganmu. Sekarang, aku lepas. Terbanglah. Sampai kamu berhasil melengkapi warna pelangimu. Tapi, ada satu hal yang harus kamu cetak tebal dalam pikiranmu. Ketika suatu saat kamu memutuskan untuk kembali ke tempat ini, maka kamu masih akan menemukanku. Di hatimu, dan di hatiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar