Sabtu, 04 Agustus 2012

Sepucuk Surat Air Mata


 
 Sepucuk surat, dari ibu dan ayah

Anakku,

Ketika aku semakin tua, aku harap kamu dapat memahami dan bersabar untukku.
 
Ketika aku memecahkan piring, atau menumpahkan sup di atas meja karena penglihatanku yang semakin berkurang, aku berharap kamu tidak memarahiku.

Orang tuamu ini sensitif, selalu merasa bersalah saat kamu berteriak.

Ketika pendengaranku semakin memburuk, dan aku tak bisa mendengar apa yang kamu katakan, aku harap kamu tidak memanggilku “Tuli!”. Mohon ulangi apa yang kamu katakan, atau menuliskannya
.
Maaf, Anakku..

Aku semakin tua.. ketika lututku semakin melemah, aku berharap kamu bersabar untuk membantuku bangun. Sebagaimana aku membantumu belajar berjalan ketika kamu masih kecil.

Aku mohon, jangan bosan denganku.. Ketika aku terus mengulangi apa yang kukatakan seperti kaset rusak, aku harap kamu terus mendengarkanku. Tolong jangan mengejekku dan merasa risih mendengarkanku.

Apakah kamu ingat ketika kamu masih kecil dan menginginkan sebuah balon? Kamu mengulanginya berulang-ulang dan terus mengulanginya sampai kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan.

... Maafkan juga bauku. Tercium seperti orang yang sudah tua. Aku mohon jangan memaksaku untuk mandi. Tubuhku lemah, orang tua mudah sakit karena rentan terhadap dingin. Aku harap, aku tidak terlihat kotor di hadapanmu..

Apakah kamu ingat ketika kamu masih kecil? Aku selalu mengejarmu, karena kamu tak mau mandi.

Aku harap kamu bisa bersabar untukku, ketika aku selalu rewel. Ini semua bagian dari orang tua. Kamu akan merasakannya jika kamu tua nanti.

Dan ketika kamu memiliki waktu luang, aku harap kita bisa berbicara, mengobrol. Hanya untuk beberapa menit saja. Aku selalu sendiri setiap waktu dan tak memiliki seorang pun utuk kuajak berbicara.

Aku tahu kamu sibuk dengan pekerjaan. Bahkan, jika kamu tidak tertarik dengan ceritaku, aku mohon, beri aku waktu untuk bersamamu.

Apakah kamu ingat ketika kamu masih kecil? Aku selalu mendengarkan apa yang kamu ceritakan tentang mainan-mainanmu.

Ketika saatnya tiba. Dan aku hanya bisa terbaring sakit dan sakit, aku harap kamu memiliki kesabaran untuk merawatku.

MAAF.. Jika aku mengompol dan membuat berantakan. Aku harap kamu bersabar untuk merawatku. Selama beberapa waktu, saat-saat terakhir dalam hidupku.

Aku mungkin takkan bertahan lebih lama. Ketika waktu kematianku datang, aku berharap kamu memegang tanganku dan memberiku kekuatan untuk menghadapi kematian.

Dan jangan khawatir... Ketika aku bertemu Sang Pencipta, aku akan berbisik pada-Nya, untuk selalu menjagamu, memberkahimu. Karena, kamu mencintai ibu dan ayahmu.

Terima kasih atas segala perhatianmu, Nak. Kami mencintaimu....

                                                                                                Dengan segenap cinta,
                                                                                   
                                                                                                Ibu dan Ayah
--------------------------------------------------------------------------------------------
Sepucuk surat, untuk ibu dan ayah

Ibu, Ayah..

Aku selalu berusaha bersabar untukmu. Meski kadang aku mengeluh, sabar tetap menjadi yang utama.

Aku takkan marah ketika kalian menumpahkan sup, atau memecahkan piring. Aku tahu kalian tak melakukannya dengan sengaja. Berbeda dengan ketika aku masih kecil. Justru sengaja membanting gelas yang kupegang karena aku merasa sebal pada kalian.

Aku juga takkan bosan mengatakan dan mangulangi apapun yang belum kau pahami. Anggap saja balas budi, karena dulu kamu mengajarkan banyak hal, mengulanginya berulang kali sampai aku menemukan pemahaman hidup yang baik.

Maaf, Ayah, Ibu..

Aku telah merepotkanmu untuk mengajariku berjalan dulu. Sudah kewajibanku kini menuntunmu dan membantumu bangun.

Sekali lagi, aku takkan bosan denganmu. Meski kau mengulangi kata-katamu puluhan kali, bagiku tak ada bedanya dengan dulu. Ketika kau membacakan sebuah buku cerita untukku setiap malam, berulang kali, sampai aku terlelap.

Kalian tak pernah terlihat kotor di mataku. Aku memaksamu untuk mandi, karena aku ingin kalian selalu sehat. Iya, mungkin caraku yang salah. Maafkan aku..

Sebisa mungkin, aku akan meluangkan waktu untuk kalian. Barang sebentar, aku akan menemani kalian. Aku juga tak ingin kalian merasa kesepian. Karena aku juga merasakan, kesepian itu tidak ada enaknya. Aku akan selalu bersama kalian..

Aku tak pernah berharap demikian. Aku ingin kalian selalu sehat. Terhindar dari penderitaan sakit. Namun, jika itu memang harus terjadi atas kehendak-Nya, aku berjanji, aku akan menjadi obat kalian yang paling manjur. Menjadi semangat kalian untuk bertahan.

Segalanya untukmu, Ayah, Ibu. Jika boleh, aku akan meminta pada Tuhan untuk tidak memisahkan kita, membuatmu hidup lebih lama. Namun, apapun alasannya, itu pasti terjadi. Akan kugenggam erat tanganmu, dan berbisik meyakinkanmu, bahwa suatu saat nanti kita akan bertemu lagi, di tempat yang berbeda dan lebih baik tentunya.

Terima kasih, Ayah, Ibu. Ketulusanmu membuatku menangis saat ini. Saat aku membalas surat kalian ini. Aku juga akan selalu berdoa untuk kalian dalam setiap shalatku, agar kalian mendapat kebahagiaan di mana pun kalian berada. Karena kalian telah mencintaiku dengan penuh ketulusan.

Terima kasih juga untuk segala pengorbananmu Ayah, Ibu. Aku mencintaimu..

                                                                                                Dengan segenap cinta,

                                                                                                            Anakmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar