Sepucuk surat, dari ibu dan ayah
Anakku,
Ketika aku semakin tua,
aku harap kamu dapat memahami dan bersabar untukku.
Ketika aku memecahkan
piring, atau menumpahkan sup di atas meja karena penglihatanku yang semakin
berkurang, aku berharap kamu tidak memarahiku.
Orang tuamu ini
sensitif, selalu merasa bersalah saat kamu berteriak.
Ketika pendengaranku
semakin memburuk, dan aku tak bisa mendengar apa yang kamu katakan, aku harap
kamu tidak memanggilku “Tuli!”. Mohon ulangi apa yang kamu katakan, atau
menuliskannya
.
Maaf, Anakku..
Aku semakin tua..
ketika lututku semakin melemah, aku berharap kamu bersabar untuk membantuku
bangun. Sebagaimana aku membantumu belajar berjalan ketika kamu masih kecil.
Aku mohon, jangan bosan
denganku.. Ketika aku terus mengulangi apa yang kukatakan seperti kaset rusak,
aku harap kamu terus mendengarkanku. Tolong jangan mengejekku dan merasa risih
mendengarkanku.
Apakah kamu ingat
ketika kamu masih kecil dan menginginkan sebuah balon? Kamu mengulanginya
berulang-ulang dan terus mengulanginya sampai kamu mendapatkan apa yang kamu
inginkan.
... Maafkan juga bauku.
Tercium seperti orang yang sudah tua. Aku mohon jangan memaksaku untuk mandi.
Tubuhku lemah, orang tua mudah sakit karena rentan terhadap dingin. Aku harap,
aku tidak terlihat kotor di hadapanmu..
Apakah kamu ingat
ketika kamu masih kecil? Aku selalu mengejarmu, karena kamu tak mau mandi.
Aku harap kamu bisa
bersabar untukku, ketika aku selalu rewel. Ini semua bagian dari orang tua. Kamu
akan merasakannya jika kamu tua nanti.
Dan ketika kamu
memiliki waktu luang, aku harap kita bisa berbicara, mengobrol. Hanya untuk
beberapa menit saja. Aku selalu sendiri setiap waktu dan tak memiliki seorang
pun utuk kuajak berbicara.
Aku tahu kamu sibuk
dengan pekerjaan. Bahkan, jika kamu tidak tertarik dengan ceritaku, aku mohon,
beri aku waktu untuk bersamamu.
Apakah kamu ingat
ketika kamu masih kecil? Aku selalu mendengarkan apa yang kamu ceritakan
tentang mainan-mainanmu.
Ketika saatnya tiba. Dan
aku hanya bisa terbaring sakit dan sakit, aku harap kamu memiliki kesabaran
untuk merawatku.
MAAF.. Jika aku
mengompol dan membuat berantakan. Aku harap kamu bersabar untuk merawatku.
Selama beberapa waktu, saat-saat terakhir dalam hidupku.
Aku mungkin takkan
bertahan lebih lama. Ketika waktu kematianku datang, aku berharap kamu memegang
tanganku dan memberiku kekuatan untuk menghadapi kematian.
Dan jangan khawatir...
Ketika aku bertemu Sang Pencipta, aku akan berbisik pada-Nya, untuk selalu
menjagamu, memberkahimu. Karena, kamu mencintai ibu dan ayahmu.
Terima kasih atas
segala perhatianmu, Nak. Kami mencintaimu....
Dengan segenap cinta,
Ibu
dan Ayah
--------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------
Sepucuk surat, untuk
ibu dan ayah
Ibu, Ayah..
Aku selalu berusaha
bersabar untukmu. Meski kadang aku mengeluh, sabar tetap menjadi yang utama.
Aku takkan marah ketika
kalian menumpahkan sup, atau memecahkan piring. Aku tahu kalian tak
melakukannya dengan sengaja. Berbeda dengan ketika aku masih kecil. Justru sengaja
membanting gelas yang kupegang karena aku merasa sebal pada kalian.
Aku juga takkan bosan
mengatakan dan mangulangi apapun yang belum kau pahami. Anggap saja balas budi,
karena dulu kamu mengajarkan banyak hal, mengulanginya berulang kali sampai aku
menemukan pemahaman hidup yang baik.
Maaf, Ayah, Ibu..
Aku telah merepotkanmu
untuk mengajariku berjalan dulu. Sudah kewajibanku kini menuntunmu dan
membantumu bangun.
Sekali lagi, aku takkan
bosan denganmu. Meski kau mengulangi kata-katamu puluhan kali, bagiku tak ada
bedanya dengan dulu. Ketika kau membacakan sebuah buku cerita untukku setiap
malam, berulang kali, sampai aku terlelap.
Kalian tak pernah
terlihat kotor di mataku. Aku memaksamu untuk mandi, karena aku ingin kalian
selalu sehat. Iya, mungkin caraku yang salah. Maafkan aku..
Sebisa mungkin, aku
akan meluangkan waktu untuk kalian. Barang sebentar, aku akan menemani kalian.
Aku juga tak ingin kalian merasa kesepian. Karena aku juga merasakan, kesepian
itu tidak ada enaknya. Aku akan selalu bersama kalian..
Aku tak pernah berharap
demikian. Aku ingin kalian selalu sehat. Terhindar dari penderitaan sakit. Namun,
jika itu memang harus terjadi atas kehendak-Nya, aku berjanji, aku akan menjadi
obat kalian yang paling manjur. Menjadi semangat kalian untuk bertahan.
Segalanya untukmu,
Ayah, Ibu. Jika boleh, aku akan meminta pada Tuhan untuk tidak memisahkan kita,
membuatmu hidup lebih lama. Namun, apapun alasannya, itu pasti terjadi. Akan kugenggam
erat tanganmu, dan berbisik meyakinkanmu, bahwa suatu saat nanti kita akan
bertemu lagi, di tempat yang berbeda dan lebih baik tentunya.
Terima kasih, Ayah,
Ibu. Ketulusanmu membuatku menangis saat ini. Saat aku membalas surat kalian
ini. Aku juga akan selalu berdoa untuk kalian dalam setiap shalatku, agar
kalian mendapat kebahagiaan di mana pun kalian berada. Karena kalian telah
mencintaiku dengan penuh ketulusan.
Terima kasih juga untuk
segala pengorbananmu Ayah, Ibu. Aku mencintaimu..
Dengan
segenap cinta,
Anakmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar